Poda sagu–sagu Marlangan
Sumber : http://pungsin.wordpress.com/page/3/
(Punguan Sinurat)
Posted on September 19, 2010 by dunkom
Dengan mempergunakan Silompit dalan dan
berlayar didaun sumpit, pada sore harinya Raja Silahisabungan telah
tiba di Silalahi Nabolak. Begitu sampai dirumah tas hadang –hadangan
terus ditaruh di atas para – para dan raja Silahisabungan duduk
bersandar dengan muka murung. Melihat kejadian itu Pinggan Matio dan
anak – anaknya tidak berani bertanya apa yang terjadi
Pada keesokan harinya pada waktu Raja
Silahisabungan pergi memeriksa ladangnya, Pinggan Matio mendengar suara
bayi menangis di atas Para – para lalu memeriksa tas hadang – hadangan
Raja Silahisabungan. Pinggan Matio terkejut melihat seorang bayi yang
cantik mungil didalamnya, kemudian memangku dan menimang – nimangnya
agar tidak menangis lagi. Setelah Raja Silahisabungan kembali kerumah,
istrinya Pinggan Matio bertanya :” amang Raja Nami, dari mana bayi
lelaki yang cantik mungil ini? Katanya dengan ramah. Dengan suara yang
lembut Raja Silahisabungan menerangkan asal – usul anak itu dan meminta
agar memaafkan perbuatannya. Mendengar keterangan suami yang penuh kasih
saying, Pinggan Matio berkata : “ Sudah Tambun ( Tambah ) anakku dan
inilah anak bungsuku maka saya beri namanya Tambun Raja, “ katanya
sambil mendekap dan menimang – nimang bayi itu. Mendengar pernyataan
Pinggan Matio, Perasaan Raja Silahisabungan menjadi Lega.
Kasih saying ibu Pinggan Matio kepada
anak bungsunya Tambun Raja sungguh berlebihan sehingga menimbulkan Iri
hati abang – abangnya. Raja Silahisabungan dan ibu Pinggan Matio sangat
memanjakan Sitambunraja, yang kemudian terkenal Siraja Tambun. Pada
suatu ketika Raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah ( Tano Golan
) kepada anak – anaknya agar jangan terjadi persoalan dikemudian hari.
Dalam pembagian itu Siraja Tambun mendapat tanah yang paling luas dan
subur yang mengakibatkan kecemburuan abang – abangnya.
Pada suatu hari terjadi pertengkaran
antara siraja Tambun dengan salah seorang abangnya. Dalam pertengkaran
itu terungkap kata – kata yang menyakitkan hatinya : “ hai raja tambun,
kau jangan manja dan sombong. Kau bukan adik kami, entah dimana ibumu
kami tak tau, “ kata abangnya itu. Mendengar ucapan yang memilukan itu,
Siraja Tambunpun menangis tersedu – sedu dan mengadu kepada ibunya. Ibu
Pinggan Matio mengusap usap anaknya itu dengan kasih sayang dan
mengatakan :” jangan dengarkan kata – kata abangmu itu. Aku adalah ibumu
yang membesarkan kau sejak kecil, “ katanya. Tetapi setiap timbul
pertengkaran dengan abangnya selalu didengarnya kata – kata yang
menyayat hatinya, akhirnya Siraja Tambun memberanikan diri bertanya
kepada ayahnya : ” Ayah, siapakah ibu yang melahirkan saya dan dimana
pamanku ?” raja Silahisabungan menjawab dengan ramah dan penuh kasih
sayang :“ anakku tersayang, ibumu adalah Pinggan Matio yang membesarkan
dan menyusukan kau sejak kecil, :” katanya .
Karena tindakan dan perbuatan abangnya
semakin menyakitkan, maka Siraja tambun dengan tegas bertanya: “ ayah
jangan berdusta lagi, siapa sebenarnya ibu yang melahirkan saya ? “
katanya dengan nada mengancam dihadapan pinggan matio. Raja
Silahisabungan dan Pinggan Matio saling berpandangan lalu menjawab :”
anakku tercinta, ibumu adalah Siboru Nailing Putri Raja Mangarerak di
Sibisa, Bila kau ingin dan rindu menjumpainya, biar ku antar nanti
dengan baik,:” katanya dengan membujuk.
Kemudian Raja Silahisabungan menyuruh
Pinggan Matio menempa Sagu – sagu Marlangan berbentuk manusia yang
ditaruh di kedalaman ampang ( Sejenis bakul ). Mereka pergi kemaras dan
dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan
Matio bersama Daeng Namora duduk menghadap ampang berisi Sagu – sagu
marlangan, lalu disuruhnya Lohoraja, Sondiraja, Dabaribaraja, dan Batu
raja duduk disebelah kanannya. Tungki Raja, Batu Raja dan Debang Raja
disuruhnya duduk disebelah kiri mereka. Sedang Siraja Tambun disuruh
duduk dimukanya sama – sama menghadap ampang berisi Sagu – sagu
Marlangan. Stelah mereka duduk mengelilingi ampang berisi sagu- sagu
marlangan itu Raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada Mula Jadi
Nabolon, lalu menyampaikan pesan ( wasiat ) yang kemudian terkenal
dengan nama “ PODA SAGU – SAGU MARLANGAN “. Isi Poda sagu – sagu marlangan tersebut adalah sebagai berikut. :
HAMU ANAKKU NA UALU : - INGKON MASIHANOLONGAN MA HAMU SAMA HAMU RO DI POMPARANMU, SISADA ANAK SISADA BORU NA SO TUPA MASIOLIAN, TARLUMBI POMPARANMU NA PITU DOHOT POMPARANMU SI TAMBUN ON.
- INGKON HUMOLONG ROHAMU NA PITU DOHOTPOMPARANMU TU BORU POMPARAN NI ANGGIMU SI TAMBUN ON, SUWANG SONGON I NANG HO TAMBUN DOHOTPOMPARANMU INKON KUMOLONG ROHAM DI BORU POMPARAN NI HAHAM NA PITU ON.
- TONGKA DOHONONMU NA UALU NA SO SAINA KAMU TU PUDIAN NI ARI.
- TONGKA PUNGKAON BADA MANANG SALISI TU ARI NA NAENG RO
- MOLO ADONG MARBADAKAN MANANG PARSALISIHAN DI HAMU, INGKON SIAN TONGA – TONGAMU MASI TAPI TOLA, SIBAHEN UMUM NA TINGKOS NA SOJADI MARDINKAN, JALA NA SO TUPA SALAK NA HASING PASAEHON.
Kemudian Raja Silahisabungan duduk dan
menyuruh anak-naknya menjamah sagu – sagu marlangan itu tanda kesetiaan
dan ikrar yang harus djunjung hingga. ke 8 anak Raja Silahisabungan
menjamah Sagu – sagu marlangan itu dan berkata : ” Sai dipergogoi
Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na nilehonmi
amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan berkata,
barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu – sagu marlangan
inilah tidak berketuruna, ingkop mago jala pupur.” Katanya.
Setelah acara dimaras Simarampang
selesai, Raja Silahisabungan bersama istrinya dan putera putrinya
kembali lagi ke Huta Lahi untuk mempersiapkan bekal Siraja Tambun
diperjalanan. Pada saat itulah Raja Silahisabungan memberikan “ barang
homitan hadatuon “ kepada Siraja Tambun. Kemudian Siraja Tambun bersalam
– salaman dengan abang – abangnya sambil saling memberikan doa restu.
Sewaktu menyalam Pinggan Matio, ibunya itu mendekap Siraja Tambun dan
berkata :” Unang lupa ho amang di au inangmu na patarus – tarus dohot na
pagodang – godang ho, “ katanya sambil mendoakan semoga Siraja Tambun
selamat dan berbahagia kelak.
Mendengar kata – kata Pinggan Matio,
Itona ( saudarinya) Deang Namora menangis lalu merangkul dan mencium
Siraja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata :”borhat ma ito tu
huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu, gabe jala
horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak. Setelah itu
berangkatlah Siraja Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar