Wafatnya Raja Silahisabungan.
Sumber : http://pungsin.wordpress.com/page/3/
(Punguan Sinurat)
Posted on September 21, 2010 by dunkom
Pada masa hidup Raja Silahisabungan
Didekat Huta Liha ada sebuah Liang Batu (gua) tempat penyimpanan barang
pusaka. Kemudian digua inilah Raja Silahisabungan terkubur dengan
legenda yang menakjubkan. Raja Silahisabungan diperkirakan meninggal
tahun 1450 dalam usia 150 tahun dan istrinya Pinggan Matio br.Padang
Batanghari diperkirakan meninggal tahun 1420. sewaktu Pinggan Matio
br.Padangbatanghari meninggal, jasadnya (bangkena) dimasukkan ke Liang
Batu itu.
Setelah istrinya tercinta meninggal dunia
, Raja Silahisabungan Hidup menduda berpuluh tahun dan sering
bepergian ke Samosir, simalungun, Tanah Karo, Langkat, Deli Serdang, dan
Dairi, mengunjungi cucu – cicit dan piutnya ( pahompu, nini – ondok –
ondokna). Raja Silahisabungan Yang terkenal “ Datu Bolon jala Nasakti “
meninggal (mate) tidak sama seperti manusia biasa.
Pada suatu ketika tepat pada hari purnama
(tula), Raja Silahisabungan mengumpulkan sanak keluarganya di Huta Lahi
dan berkata : “ nunga Jonok tingki mulak ahu tu mulajadi Nabolon.
Denggan- denggan ma hamu masihaholonan. Tongkin nari borhat ma ahu
mandapothon parsonduk bolon tu Liang batu. Tusi ma pataru hamu
pangurason na gebe balanjongku, alai dung tutup liang lBatu I, naung
marujung ma ngolungku. Jagaon ni raja harangan ( babiat) dohot ulok naga
ma ngolungku. Jagaon ni Raja harangan (babiat) dohot ulok naga ma Liang
Batu I, jala dipintuna Jongjong ma Sahala ni Si Saribu taon, paruban na
mardangka, parjanggut na Sungkut tu hae – hae. Parbaju – baju haen
bontar partali – tali sipiru dopa. Molo harangan dohot ulok naga
mainganan i. holan sahala ni partodionku nama na boi mangurupi hamu.
Molo mangido pangurupion hamu dokma, ale ompung Si Saurmatua,partambang
liang batu. Partapian Simenakenak, ro ma hamu marhuta – huta, hami naeng
mangido pasu – pasu dohot miak – miak, oloi ompung pangidoannami on.
Jala molo manjou ahu boi do holan unte anggir pangurason dohot napuran
simauliate,” katanya memberi pesan.
Setelah itu Raja Silahisabungan membuka
pakaian kerajaan dan menyerahkan kepada putera sulungnya Lahoraja
(Sihaloho) seang piso halasan (pedang Panglima) diserahkan kepada anak
bungsunya Baturaja ( pintu batu). Kemudian ia memakai pakaian dari kulit
kayu lalu pergi keliang batu. Selama tigapuluh hari anak – cucu – cicit
dan piutnya bergantian mengantar unte anggir pangurason keliang batu
itu. Setalah tiba hari purnama ( tula ) berikutnya terjadi gerhana bulan
dan pada waktu itu terdengar suara gemuruh di Huta Lahi. Besoknya sanak
keluarga melihat liang batu itu sudah tetutup. Rupanya pada saat suara
gemuruh itulah Raja Silahisabungan menghembuskan nafas terakhirnya.
Semua sanak keluarga menangis bersedih
hati karena tidak dapat berjumpa lagi. Cucu – cicit dan piutnya belum
percaya, sehingga mereka datang menjenguk setiap hari. Setelah tujuh
hari tujuh malam, Baturaja bermimpi bagaimana caranya membuka pintu Gua
itu. Dengan memberikan sesajen kepada jaga harbangan sahala ni sisaribu
taon, pintu gua terbuka dan mereka lihatlah jasad dari Raja
Silahisabungan sudah terlentang didalam Gua. Setelah upacara selesai
pintu Gua itu kembali tertutup.
Semenjak itu setiap bulan purnama
penduduk negeri selalu mendengar ngaum harimau di gua itu, bila mereka
melihatnya nampak mata harimau bersinar – sinar dan mata naga sakti
sebesar ogung serta bayangan manusia berjubah putih, rambut beruban dan
janggutnya putih sampai sebatas paha.
Setelah seribu hari Raja Silahisabungan
wafat atau kira – kira tahun 1453, terjadi suatu peristiwa alam. Pada
Suatu malam turun hujan lebat disertai guruh dan halilintar seakan –
akan memecahkan anak teling. Saat itu terjadi tanah longsor, gua batu
pecah dan timbul sungai yang membelah kampung. Sekarang disebut binanga
Sibola Huta. Tujuh hari sesudah peristiwa ini Sahala (roh) Raja
Silahisabungan mengingatkan kepada keturunannya bahwa batu Marlapis (
batu bertindih) yang terdapat diatas Huta Lahi tidak boleh dipijak oleh
siapapun. Bila Tanah sekitar Batu itu dipijak akan timbul penyakit kulit
(gadam).
Legenda wafatnya Raja Silahisabungan lama
– kelamaan jadi dilupakan keturunannya karena dianggap bahwa makam
(tambak) beserta barang pusaka sudah terbawa longsor ke tao Silalahi dan
disanalah menjadi keramat bersama Deang Namora. Tetapi berita
terjadinya Binanga Sibola Huta dan Larangan menginjak tanah batu
marlapis tetap turun menurun hingga ditemukannya kepastian melalui
pemanggilan roh dan para ahli kebatinan, bahwa tanah batu berlapis
didekat Huta Lahi itulah makam (tambak ) Raja Silahisabungan beserta
istrinya Pinggan Matio br. Padangbatanghari.
Menurut Sahala ni Raja Silahisabungan
yang dipanggil pada tahun 1970 dijabi – jabi sumandar, dikatakannya
bahwa jasad ( bangke ) mereka tidak ikut terbawa air ke Tao Silalahi,
tetapi semua barang pusaka sudah tersimpan didasar laut Tao Silalahi,
pada saat itu dikatakan :”Adong do Partanda disi na mabola songon na
marlapis, jala holi – holinami ndang dapot hamu be. Alai piso Sigurdung
sudua baba I, disi do bungkus dohot ijuk diholang – holing ni batu.
Manang ise hamu pomparanmu mandapot piso sahat ma tu ibana ha sangaponku
“ kata sahala itu. Kemudian dipesankannya :” molo na ung dos rohamu
sude pomparanku panangkok saring – saringnami dohot anakhonku tu tambak
na timbo tu batu na pir, jumolo sungkun hamu jala elek hamu borungku
Deang Namora asa tulus sude Sangkapmu.” Katanya mengakhiri percakapan
dengan para tetua adat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar